Menjawab tuntutan dan tantangan komunikasi global lewat Internet, Undang-Undang yang diharapkan (ius konstituendum)
adalah perangkat hukum yang akomodatif terhadap perkembangan serta
antisipatif terhadap permasalahan, termasuk dampak negatif
penyalahgunaan Internet dengan berbagai motivasi yang dapat menimbulkan
korban-korban seperti kerugian materi dan non materi. Saat ini,
Indonesia belum memiliki Undang – Undang khusus/ cyber law yang mengatur mengenai cybercrime Tetapi, terdapat beberapa hukum positif lain yang berlaku umum dan dapat dikenakan bagi para pelaku cybercrime terutama untuk kasuskasus yang menggunakan komputer sebagai sarana, antara lain:
1. Sekretaris Forum Redam Korupsi (FORK) - Cabang Banten
2. Sekretaris Konsultasi Hukum bagi Rakyat - Cabang Banten
Rabu, 25 September 2013
KORUPSI WABAH NASIONAL
Ungkapan Hati
Sedih,
merintih, geram dan malu melihat maupun mendengar berita tentang
Korupsi. Perkataan basmi korupsi, hukum koruptor selalu di
dengung-dengungkan setiap saat. Nyatanya antara perkataan dan perbuatan
tidak sejalan. Mulut berbicara lain, otak memikirkan lain dan tangan
bergerak sesuai perintah otak.
Bagaimanapun bentuknya
Undang-Undang serta beratnya sangsi Hukuman yang dibuat untuk terdakwa,
tidak akan mengurangi tidak pidana korupsi, selama para pemimpin di
negara yang kita cintai ini tidak memiliki integritas kepribadian.
Berbicara seperti malaikat, tetapi kelakuan masih dipertanyakan yang
mengakibatkan, berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Korupsi Merupakan Wujud Terorisme Terbesar Terhadap Kemanusiaan
Dampak dari kemiskinan tersebut adalah tidak berdayanya rakyak kita untuk meningkatkan taraf hidup pada tingkat ekonomi
yang baik, tingkat sosial yang baik, dan juga pendidikan yang baik.
Sedihnya, yang bisa mereka lakukan dalam keseharian hanya sebatas
mengisi perut yang itu pun masih kekurangan. Bagaimana hendak mengenyam
pendidikan yang baik? Sedangkan dana pendidikan saja ikut dikorupsi?
Hal ini juga hendaknya perlu disadari oleh media massa yang sebaiknya
lebih semangat lagi untuk menggaungkan bunyi bahwa korupsi merupakan
aksi terorisme yang paling besar!
Senin, 09 September 2013
Sabtu, 07 September 2013
Menggugat Kepatuhan Hukum Kita
Pakar Sosiologi Hukum Prof.DR. Satjipto Raharjo, dalam bukunya
“Sisi-Sisi Lain Dari Hukum di Indonesia, Penerbit Kompas, 2003”, secara
implisit menyimpulkan bahwa, adanya perasaan tidak bersalah, sekalipun
putusan judex factie ( PN dan PT) telah menyatakan yang bersangkutan
bersalah, merupakan preseden buruk bagi tegaknya budaya hukum di negeri
ini”. Pandangan kritis pakar sosiologi hukum itu patut kmenjadi renungan
kita bersama, sebab di dalamnya terkandung pesan yang sangat dalam
mengenai perlunya kita mentradisikan budaya hukum di negeri ini, karena
tanpa tertanam budaya hukum mustahil dapat ditegakkan hukum yang
berkeadilan.
Budaya hukum sangat erat hubungannya dengan kesadaran hukum dan kepatuhan hukum di dalam masyarakat. Di dalam budaya hukum itu dapat dilihat suatu tradisi prilaku masyarakat kesehariannya yang sejalan dan mencerminkan kehendak undang-undang atau rambu-rambu hukum yang telah ditetapkan berlaku bagi semua subyek hukum dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Budaya hukum sangat erat hubungannya dengan kesadaran hukum dan kepatuhan hukum di dalam masyarakat. Di dalam budaya hukum itu dapat dilihat suatu tradisi prilaku masyarakat kesehariannya yang sejalan dan mencerminkan kehendak undang-undang atau rambu-rambu hukum yang telah ditetapkan berlaku bagi semua subyek hukum dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Langganan:
Postingan (Atom)