Ungkapan Hati
Sedih,
merintih, geram dan malu melihat maupun mendengar berita tentang
Korupsi. Perkataan basmi korupsi, hukum koruptor selalu di
dengung-dengungkan setiap saat. Nyatanya antara perkataan dan perbuatan
tidak sejalan. Mulut berbicara lain, otak memikirkan lain dan tangan
bergerak sesuai perintah otak.
Bagaimanapun bentuknya
Undang-Undang serta beratnya sangsi Hukuman yang dibuat untuk terdakwa,
tidak akan mengurangi tidak pidana korupsi, selama para pemimpin di
negara yang kita cintai ini tidak memiliki integritas kepribadian.
Berbicara seperti malaikat, tetapi kelakuan masih dipertanyakan yang
mengakibatkan, berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Negara
kita ini akan hancur pada saat generasi berikutnya, pada saat mereka
memegang tampuk pemerintahan, kalau tidak ada tindakan yang tegas saat
ini. Kita menabur dan memupuk yang tidak benar, anak-anak kita akan
menuai bencana. Indonesia saat ini dalam keadaan emergency. Korupsi
merupakan wabah nasional, yang memerlukan penanganan serius.
Tindak Pidana Korupsi Tidak Aneh.
Kalau
di dalam pemikiran kita mengatakan bahwa korupsi saat ini tidak aneh,
maka perlu dipertanyakan dalam diri sendiri, kita ini normal atau
tidak? Memang perkataan korupsi sudah akrab di telinga bangsa Indinesia,
karena setiap hari hampir diseluruh media yang ada, baik media
elektronika maupun media cetak selalu menyebut kata ”Korupsi”. Semakin
sering kata korupsi kita dengar, semakin biasa kita rasakan, akhirnya
kelakuan korupsi sudah dianggap wajar malah bagian dari gaya hidup.
Siapa yang tidak korupsi sudah dianggap aneh atau orang yang mengalami
kelainan jiwa atau sinting. Mereka mereka tersebut dianggap tidak
kooperatif, tidak mau mendukung kebijakan atasan, dianggap kaku,
secara pelan pelan diusahakan akan disingkirkan.
Secara
umum pengertian tindak pidana korupsi adalah ”perbuatan melawann hukum,
penyalahgunaan jabatan untuk memperkaya diri sendiri, atau orang lain
atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara dan perekonomian
negara. Dari pengertian tersebut jelas dapat diketahui secara kasat
mata, banyak perilaku pejabat yang melawan hukum, namun tidak ada
tindakan bagi orang-orang tersebut. Bahkan atasan langsung belum tentu
mau menegor, apabila zona amannya dianggap nanti terganggu.
Beberapa
contoh yang dapat diberikan, dimana dalam kehidupan keseharian dapat
dilihat: para penyelenggara negara yang baru menduduki jabatan pada
posisi tertentu, sudah memiliki harta kekayaan cukup besar jumlahnya.
Memiliki rumah cukup besar, kendaraan pribadi dan peralatan yang
dimiliki mendadak bertambah cukup signifikan. Anak-anak mereka memiliki
fasailitas yang baik, bahkan anak-anak mereka belajar diluar negeri.
Kalau dilihat dari golongan dan penghasilan resmi, untuk mencapai posisi
yang demikian dapat dipertanyakan. Namun beliau-beliau tersebut
menganggap hal itu wajar, karena berada dalam jabatan tetentu. Keadaan
tersebut merupakan prestasi dan kebanggaan bagi mereka.
Para
pejabat atau orang-orang yang tersangka koruptor, masuk- keluar kantor
KPK, dengan senyum bangga masih melambaikan tangan kepada para pemirsa
TV. Para keluarga yang berada disekelilingnya masih dengan percaya diri
tampil didepan umum. Mereka mengumbar kemewahan, tampil didepan umum,
seakan akan tidak merasa bersalah. Mereka berpesta pora diatas
pendaeritaan orang banyak.
Saat ini ada anggapan dengan
memperoleh jabatan, merupakan suatu peluang untuk memperoleh semuanya.
Orang akan berpikir kapan lagi ada peluang, tidak selamanya menduduki
jabatan. Mereka beranggapan bahwa hanya orang yang mempunyai jabatanlah
yang memiliki peluang untuk dapat rejeki. Mereka lupa yang memberi
rejeki kepada manusia bukan manusia atau jabatan. Mereka tidak sadar
bahwa ada kekuasaan lain yang memberikan segala sesuatu kepada manusia.
Para
pejabat yang melakukan tindak pidana korupsi sadar, akan apa yang
diperbuatnya, karena keinginan untuk memiliki lebih kuat dari pada
mendengarkan kata hati. Dengan sekejapmata mereka dapat menumpuk
kekayaan. Mereka menyimpan harta hasil curian secara terancana, sehingga
sulit untuk di deteksi. Keluarga hidup dalam kemewahan, sementara
disekelilingnya bertebaran orang-orang yang mencari sesuap nasipun cukup
sulit. Mereka menganggap tndak pidana korupsi sudah lajim di negara
kita ini, tidak ada masalah. Mereka berpendapat bahwa medialah yang
merupakan ”troble maker” mereka mem ”blow up” berita. Kejadian kecil
dibesar-besarkan.
Mencari Uang Menghalalkan Semua Cara.
Ada
nyanyian anak anak yang populer, sairnya demikian: Apa yang dicari
orang? Uang! Apa yang dicari orang, siang – malam, pagi - petang,
uang, uang, uang....... .Ya, uang. Sejak dahulu sampai sekarang, uang
masih tetap dicari manusia. Hal tersebut lumrah, karena kita memiliki
banyak kebutuhan dan sebahagian kebutuhan tersebut dapat diperoleh
dengan uang. Orang mengatakan ”Money is not everything but without money everything is nothing.
.Begitu pentingnya uang sehingga orang berusaha mencari uang tanpa
henti-hentinya. Selama kita mencari uang dalam koridor yang benar sesuai
aturan, apapun kritik orang lain tetaplah teguh, lakukan sebaik
mungkin. Do you best, you will be success.
Sikap
paradoks hampir dimiliki oleh sebahagian pejabat di negara ini atau
sikap cendrung munfik Setiap ada pertemuan baik dilaksanakan di tingkat
pusat, maupun di daerah, hampir semua pejabat secara resmi
menyatakan, korupsi merupakan tindakan yang melawan hukum. Selalu di
ingatkan sebagai penyelenggara negara hendaknya dapat bekerja dengan,
baik, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme..
Dalam tataran
wacana cukup memukau, membuat orang yang mendengarkan terkesima, namun
dalam kegiatan sehari hari sangat berbeda. Penyimpangan dianggap
merupakan suatu yang wajar atau lumrah seakan akan semua bisa diatur
dengan uang. Segala sesuatu cendrung mengarah kepada uang. Orang orang
yang tidak dapat memanfaatkan peluang, yang dapat menghasilkan uang
dianggap tidak kreatif. Keberhasilan materiil, dianggap merupakan
indikator keberhasilan seseorang. Orang tidak peduli bagaiman prosesnya,
tetapi yang dilihat adalah hasilnya. Orang yang tidak dapat memberikan
”kontribusi finansial” kepada ”organisasi” kurang layak jadi pejabat.
Pejabat
harus loyal kepada pejabat yang dapat menjadi cantolannya. Pejabat yang
tidak loyal kepada atasannya, dianggap tidak dapat ”kerjasama”, Misi,
visi lembaga merupakan khayalan yang akan dicapai. Sikap loyal, akan
mempengaruhi kelanggengan jabatan. Semakin loyal pejabal, semakin baik
kariernya, tidak loyal akan tersingkir sendiri. Akhirnya beberapa
pejabat menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, meskipun
menyerempet-nyerempet bahaya..
Tidak Ada Integritas Pribadi?.
Sebagai
penyelenggara negara diharapkan adanya integritas pribadi. Satunya kata
dengan perbuatan. Tidak munafik. Didepan halayak ramai, ditempat-tempat
strategis yang dapat diamati secara kasat mata bertidak sangat baik.
Terbuka, sikap mengayomi. Penyelenggara negara merupakan abdi negara dan
abdi masyarakat. Penyelenggara negara merupakan perekat dan pemersatu
bangsa. Sungguh mulia sebenarnya penyelenggara negara, apabila hal
tersebut dapat dilaksanakan dengan baik.
Saat ini harapan bagi
penyelenggara negara tetap demikian, namun kalau diamati secara kasat
mata hampir semua komponen bangsa ini sudah dicemari oleh prilaku yang
tidak benar. Integritas pribadi sebahagian pejabat perlu dipertanyakan.
Tidak adanya integritas pribadi pejabat mengakibatkan korupsi terjadi
dimana mana. Janganlah kita menutup mata terhadap kenyataan. Kita dapat
menoleh kelembaga-lembaga negara dalam tiga tahun terakhir ini, korupsi
terjadi di lembaga: Legislatif, Eksekutif dan Judikatif.
Selama
ini orang beranggapan bahwa korupsi hanya berada di Eksekutif. Sebagai
pelaksana pemerintahan dianggap terlalu birokratis. Segala urusan
berbelit-belit. Pekerjaan yang seharusnya dapat diselesaikan sehari,
diselesaikan tiga hari. Pekerjaan yang mudah dijadikan sulit. Ada
ungkapan sumbang ”nunggu rejeki”, kalau cepat dan mudah selesai
rejekinya sedikit. Hari begini masih saja ada orang-orang penyelenggara
negara tampil dengan arogannya. Demikian juga bantuan yang diberikan
seharusnya bagi anggota masyarakat yang mengalami bencana, tidak
sepenuhnya diberikan.
Lembaga Judikatif maupun Legislatif
dianggap sebagai lembaga yang sakral, lembaga yang sangat mulia. Lembaga
yang dibangga-banggakan oleh seluruh bangsa Indonesia. Para pejabat
yang ada didalamnya, dianggap sebagai orang-orang yang terhormat.
Mempunyai integritas pribadi yang kuat. Orang-orang pilihan. Tokoh
masyarakat dari masing-masing bidangnya. Bekerja untuk kepentingan
bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Orang yang mempunyai
disiplin tinggi. Setiap ada kunjungan kedaerah tampil dengan ”elegant”
Saat
ini citra tersebut buyar sudah. Ada pepatah mengatakan ”karena nilai
setitik rusak susu sebelanga”. Hal ini terjadi karena ulah dari beberapa
anggota dewan yang terhormat, tidak terhormat. Ada anggota dewan yang
terhormat pada saat sidang, kehadirannya minim. Pada saat sidang anggota
dewan yang terhormat, ada yang tertidur, ada yang baca koran dan
lain-lain. Aneh tapi nyata, para anggota legislatif yang vokal
menyatakan brantas korupsi, malah ia paling gencar melakukan tindak
pidana korupsi. Dimanakah integritas pribadi yang dibagga-bangkan selama
ini. Tokoh muda yang di elu-elukan. Cantik, ganteng, ramah dan
berpendidikan tinggi.
Anggota Judikatif yang mulia, karena
ulah beberapa orang maka citranya juga menjadi buruk. Tempat yang
seharusnya menjadi tempat pencari keadilan, namun saat ini sulit
diperoleh. Masyarakat mengharapkan panutan yang adil malah menjadi
sumber masalah. Diharapkan dapat membela kepentingan masyarakat, malah
membela para koruptor agar bebas dari tuntutan. Dimana kata hati para
pelindung masyarakat. Dalam ranah penanganan korupsi diharapkan dapat
mengembalikan harta kekayaan yang dirampok kepada negara,
nyata-nyatanya membela koruptor bebas dari segala tuntutan. Wajarkah
demikian, para koruptor dan kroninya minikmati kekayaan negara sampai
tujuh turunan, sementara masyarakat masih tetap miskin.
Didalam
situasi dimana tidak adanya integritas pribadi para koruptor, maka
secara tidak sadar, para koruptor akan mengajarkan anak-anaknya jadi
koruptor. Mau tidak mau, suka tidak suka, hal tersebut akan mengalir
kepada anak-anaknya dengan sendirinya.. Pepatah mengatakan ”buah yang
jatuh tidak pernah jauh dari pohonnya”. Atau ”Like father like son”.
Perumpamaan ini dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat kenyataannya,
anak-anak tidak akan jauh berbeda dari keluarga atau masyarakatnya.
Oleh karena itu para koruptor yang hidup berkelimangan dengan harta
kekayaan dari hasil korupsi, akan menurunkan anak-anak yang akan
mempunyaI kebiasaan korupsi. Anak sesungguhnya dapat mengetahui kalau
orang tuanya pegawai, hidup berkelimpahan dari hasil korupsi, *****a
tidak berani menegur orang tua. Anak-anak yang makan hasil korupsi,
jangan diharapkan anak-anaknya akan dapat hidup mandiri. Mereka tidak
akan memiliki daya juang yang kuat. Oleh karena itu sadarlah. Kita tidak
ingin meninggalkan anak-anak yang mempunyai semangat juang lemah.